Cetak Sablon pada kaos mungkin sudah diakrabi oleh teman-teman semua, namun bagaimana halnya dengan cetak di atas kain yang bukan cetak sablon sederhana? Pada prinsipnya, proses pencetakan motif di atas kain dalam skala industri, memiliki kesamaan dengan proses pencetakan pada kertas. Tiap warna memiliki tabungnya sendiri-sendiri. yang menjadi perbedaan besar adalah materialnya yang sangat mempengaruhi proses pencetakan, dan tindakan finishing.
Mari sebelumnya, kita kenali materialnya terlebih dahulu. Proses pembuatan kain, dimulai sejak pada tahap bahan mentah masih menjadi fiber (bahan mentah benang) yang kemudian diproses sedemikan rupa sehingga menghasilkan benang yang cocok untuk tipe kain yang diinginkan. Sifat benang inilah yang berperan sangat besar dalam proses penyerapan warna ketika pencetakan nantinya. Selain hal tersebut, kombinasi antara jenis benang dan pola tenun yang akan membentuk permukaan tiga dimensi kain juga mempengaruhi proses pencetakan.
Mengenai metode pencetakannya sendiri, secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu metode yang didasarkan pada penggunaan bahan kimia (pewarna) dan teknis pencetakan.
Pencetakan motif berdasarkan bahan kimia (pewarna) dapat terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Direct Printing
Pola / motif yang diinginkan dapat langsung dicetak di atas kain polos (baik masih putih atau sudah dicelup warna). Ini adalah metode yang paling lazim digunakan karena kemudahannya dan pertimbangan biaya produksi.
2. Discharge Printing
Cara lain untuk mencetak motif pada kain adalah menggunangan teknik discharge printing. Mula-mula, kain dicelup pada warna, kemudian bahan kimia yang dapat menghilangkan / merubah warna dicetakkan di atas kain, sehingga setelah kain dicuci didapatlah pada area yang dicetak tersebut muncul motif baru. Biasanya, discharge printing digunakan untuk mendapat warna terang.
Logika sederhana, sebuah kain yang telah berwarna, dilukis dengan pemutih sehingga warna lama pudar dan mendapat warna baru.
3. Resist Printing
Pada resist printing sebuah kain diberikan bahan kimia tertentu sesuai dengan motif yang diinginkan, fungsinya untuk menghalangi penyerapan warna pada kain, kemudian kain dicelup. Setelah melalui proses pencucian, pasta yang menutupi kain hilang maka didapatlah kain bermotif.
Logika sederhana, ini seperti yang kita lakukan pada saat membatik. Lilin digunakan sebagai resistant warna, sehingga ketika dicelup, area yang diberi lilin tidak menyerap warna.
Sementara itu, jika dilihat dari metodenya, teknik pencetakan dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Block Printing
Ini adalah metode yang kuno dan kurang efektif secara biaya dan waktu pengerjaan. Untuk membuat Block Printing, desain motif dipahat terlebih dahulu pada kayu atau metal, kemudian pewarna disapukan di permukaan block kemudian diaplikasikan di atas kain.
Block Printing ini masih dapat kita jumpai pada pembuatan batik cap.
2. Roller Printing
Adalah metode pencetakan menggunakan rol metal yang telah dipahat. Secara sederhana, Roller Printing adalah versi masinal dari Block Printing.
3. Duplex Printing
Adalah metode untuk mencetak kain pada kedua sisinya. Selembar kain dapat dicetak melalui dua mesin roller dalam dua kali pengoperasian atau pada satu mesin duplex (ada dua roller dalam satu mesin) dalam satu kali pengoperasian.
4. Stencil Printing
Stencil Printing, berasal dari Jepang. Metode ini cukup rumit dengan patrun stencil yang secara manual dicetak di atas kain. Biasanya hanya diaplikasikan pada kain lebar pendek untuk desain yang hanya memiliki satu warna.
5. Screen Printing
Awalnya, teknik ini juga disebut Silk-Screen Printing, karena screen yang digunakan terbuat dari serat sutra yang kuat. Pada masa kini, screen terbuat dari nylon, polyester, vinyon dan metal.
Screen Printing dapat terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
5a. Flat Screen Printing
Teknik ini awalnya dikerjakan secara manual, seperti yang kini masih dilakukan pada proses sablon-sablon kaos di industri kecil. Tiap screen digunakan untuk satu warna.
Pada pengerjaan industrial, mesin flat screen yang moderen dapat mencetak desain yang memiliki 20 warna. Namun rata-rata mesin produksi yang terdapat di Indonesia, maksimal dapat mencetak 12 warna saja.
Keuntungan dari teknik ini adalah warna yang dihasilkan lebih terang, motif kecil dapat direproduksi dengan baik, dan pola desain lebih besar.
5b. Rotary Screen Printing
Adalah mesin dengan screen silinder yang diciptakan di Holland. Sama hal-nya dengan Flat Screen, satu rol silencer pada mesin rotary dipergunakan untuk satu warna.
Rotary Screen biasanya bagus untuk mencetak motif desain yang tidak terputus dan geometris. Namun kurang memiliki ketajaman untuk motif-motif kecil.
gambar: mesin Flat Screen printing
6. Transfer Printing
Sesuai dengan namanya, teknik ini mentransfer motif dari satu permukaan ke permukaan lain.
Transfer printing yang banyak dikenal adalah, emblem yang disetrika ke atas permukaan kain untuk menempelkan motifnya. Yang mana, motif pada emblem tersebut dibuat dari pigment yang dibungkus oleh paraffin atau thermoplastic yang ketika dipanaskan akan meleleh dan menempel pada permukaan kain. Pigment transfer ini kurang memuaskan hasilnya karena kain menjadi kaku dan mudah luntur ketika dicuci.
Cara yang lebih efektif dari transfer printing adalah mentransfer desain dari kertas ke kain dengan cara penguapan. Prinsip dasar dari teknik ini adalah Dry Heat Transfer dan Wet Heat Transfer.
7. Blotch Printing
Adalah Direct Printing yang mengaplikasikan motif background dan desain dalam satu kali pencetakan.
8. TAK Dyeing
TAK adalah akronim untuk mesin yang diciptakan dari hasil kerjasama produsen rug (karpet) di Jerman, yang bernama, ‘Textil Ausrustungs Gessellschaft’ dan sebuah supplier mesin ‘Edward Kuesters’.
Meskipun awalnya mesin ini hanya digunakan untuk membuat motif dengan cara mewarnai karpet secara acak, mesin ini juga dapat digunakan untuk jenis-jenis kain lainnya seperti Terry Cloth, Velvet dan kain-kain untuk kebutuhan upholstery (furnishing).
9. Jet Spray Printing
Teknik ini memanfaatkan nozzles (ulir berlubang pada ujung selang tabung warna) untuk mencetak motif. Ada dua teknik yang termasuk dalam Jet Spray Printing, yaitu:
9a. Polychromatic Dyeing
Sesuai dengan namanya, Polychromatic dyeing adalah mencelupkan kain ke dalam beberapa warna sekaligus, pencelupan di sini, tidak berarti harfiah benar-benar mencelup, namun lebih tepatnya mewarnai kain. Meskipun tidak melibatkan mesin cetak sama sekali, hasil dari Polychromatic Dyeing ini sama dengan mencetak motif dengan mesin.
Metode ini dipatenkan oleh ‘ICI Dyestuff Div.’ yang mengaplikasikan beberapan pencelupan dalam satu mesin dan satu kali pengoperasian. Mesin ini akan menghasilkan motif splash yang acak, motif tie dye atau motif abstrak beberapa warna.
Warna-warna ini diaplikasikan dengan mengontrol pewarna cair yang disemprotkan melalui nozzles yang dipasang pada sebuah bar. Kain yang akan diwarnai sesuai dengan motif dilewatkan secara horizontal di bawahnya.
9b. Microjet Printing
Pada awalnya diciptakan untuk pencetakan motif di atas bahan karpet, meskipun demikian dapat juga digunakan untuk kain-kain dengan material tebal. Esensi dasar dari teknik ini adalah menggunakan jets (semprotan) yang sangat halus dalam satu bar, yang akan menyemprotkan warna sesuai dengan motif yang diprogramkan, ke atas kain yang dilewatkan di bawah bar. Banyaknya warna tergantung merek mesin.
10. Electrostatic Printing
Merupakan pengembangan yang dipatenkan oleh sebuah perusahaan Swiss ‘Herbelain & Co.’, yaitu proses dari mencampur serbuk pewarna dengan bahan yang mempunyai sifat elektrostatis tinggi. Serbuk itu kemudian disebar atas screen yang telah memuat motif. Kemudian kain yang telah dimuati elektrostatis tinggi dilewatkan bawah screen tersebut. Kain akan menarik serbuk pewarna sesuai dengan motif screen, kemudian serbuk-serbuk ini akan difiksasi dengan pemanasan infra merah.
11. Photo Printing
Dalam Photo Printing, kain dilapisi dengan bahan kimia yang sensitif terhadap cahaya, kemudian gambar dicetak di atas medium tersebut seperti pencetakan kertas. Keuntungan teknik ini adalah gambar dengan detil yang cukup rumit pun dapat direproduksi dengan baik.
12. Differential Printing
Teknik ini diciptakan dan dipatenkan oleh ‘The Du Pont Co., Ltd’ dari Inggris, dengan memanfaatkan perbedaan sifat penyerapan pada benang yang telah dimodifikasi. Sehingga ketika benang yang sudah menjadi material kain tersebut diwarnai atau dicetak, dapat menghasilkan warna yang berbeda dan membentuk motif yang abstrak.
13. Warp Printing
Adalah Roller Printing yang diaplikasikan pada benang pakan sebelum proses penenunan. Diperlukan kehati-hatian yang sangat tinggi untuk proses ini, agar benang pakan tetap pada susunannya.
14. Batik Dyeing
Seperti yang telah disampaikan terdahulu, pada proses Batik, diaplikasikan metode kimiawi yaitu Resist Printing, yang mana motif digambar dengan menggunakan lilin di atas kain. Kemudian kain dicelupkan ke dalam warna, bagian yang telah diberi lilin tersebut menghalangi warna diserap oleh kain, dan setelah dicuci dengan air panas, lilin yang melapisinya luruh dan terciptalah motif.
Batik dikenal di wilayah Asia, seperti India, Jepang, wilayah Semenanjung Melayu dan Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Namun istilah Batik diambil dari pulau Jawa – Indonesia.
Ada 2 teknik dalam membatik yaitu:
14a. Motif digambar secara manual menggunakan canting untuk mengaplikasikan lilin ke atas material kain. Metode inilah yang kemudian diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia.
14b. Lilin diaplikasikan ke atas material kain dengan menggunakan metal, lazim disebut sebagai batik cap.
Lanjutan dari metode teknik pencetakan pada kain:
15. Tie Dyeing
Pada Tie Dyeing, kain diikat pada bagian yang diharapkan untuk menjadi motif, pengikatan ini bertujuan untuk menghalangi warna. Dalam industri skala lebih besar, motif yang dihasilkan oleh teknik ini dapat direproduksi dengan baik dengan teknik Roller Printing.
16. Ikat Dyeing
Ini adalah pembuatan motif secara celup yang banyak ditemukan di wilayah Asia seperti India, Indonesia dan Jepang, di Jepang teknik ini disebut Kasuri.
Ikat Dyeing dibuat dengan cara mengikat benang sebelum ditenun, pengikatan ini dilakukan pada benang pakan atau lusi atau bahkan keduanya. Setelah selesai ditenun, kain kemudian dicelup ke dalam pewarna, bagian benang yang diikat tadi, tidak menyerap warna, sehingga ketika ikatan dibuka, akan tercipta motif.
Teknik ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi karena diperlukan ketelitian dan keterampilan dalam mengikat benang kemudian mengkombinasikannya ke dalam tenunan.
17. Plangi Dyeing
Pada dasarnya teknik pada Plangi Dyeing tak jauh berbeda dari teknik Tie Dyeing. Hanya saja pada Plangi Dyeing pengikatan kain dilakukan dengan menjahitnya secara jarang-jarang kemudian menarik benangnya, hingga terbentuk ikatan sesuai dengan motif yang diinginkan.
18. Airbrush (Spray) Printing
Desain dipolakan secara manual di atas kain kemudian diselesaikan pengerjaannya dengan mengaplikasikan warna menggunakan mesin airbrush.
revolusi dimulai (sejarah cetak-mencetak 1)
Mesin cetak digunakan untuk membuat banyak salinan halaman yang identik. Kini digunakan untuk mencetak buku dan surat kabar. Kini segalanya dilakukan secara otomatis. Saat mesin cetak ditemukan oleh Johannes Gutenberg, ia harus meletakkan huruf bersama-sama. Tiap huruf ada di balok logam dalam sebuah bingkai. Lalu ia bisa memindahkan kertas dan tinta di atasnya, mirip seperti perangko. Huruf itu akan meninggalkan beberapa tinta di kertas itu.
SEJARAH
Bentuk pencetakan yang sangat sederhana dapat ditemukan di Cina dan Korea sekitar tahun 175 AD. Tampilan yang terbalik di atas kayu, dan kemudian perunggu telah dibuat di tahun ini. Alat ini kemudian dibubuhi tinta kemudian ditempatkan di atas secarik kertas dan digosok dengan lembut menggunakan sebuah tongkat bambu.
Terobosan besar datang sekitar tahun 1440 oleh Johannes Gutenberg dari kota Mainz, Jerman. Gutenberg menciptakan sebuah metode pengecoran potongan-potongan huruf di atas campuran logam yang terbuat dari timah. Potongan-potongan ini dapat ditekankan ke atas halaman berteks untuk percetakan. Metode penemuan pencetakan oleh Gutenberg secara keseluruhan bergantung kepada beberapa elemennya diatas penggabungan beberapa teknologi dari Asia Timur seperti kertas, pencetakan dari balok kayu dan mungkin pencetakan yang dapat dipindahkan, ciptaan Bi Shen, ditambah dengan permintaan yang meningkat dari masyarakat Eropa untuk pengurangan harga buku-buku yang terbuat dari kertas. Metode pengetikan ini bertahan selama sekitar 500 tahun.
Pada tahun 1424, perpustakaan Universitas Cambridge hanya memiliki 122 buku masing-masing mempunyai nilai setara dengan sebuah pertanian atau kebun anggur. Permintaan untuk buku-buku ini didorong dengan naiknya tingkat melek huruf di antara orang-orang kelas menengah dan mahasiswa di Eropa Barat. Pada saat itu, Renaissance masih dalam awal perkembangannya dan masyarakat lambat laun menghilangkan kemonopolian pendeta atas tingkat melek huruf.
Pada saat pencetakan dari balok kayu tiba di Eropa kira-kira pada saat yang bersamaan dengan tibanya kertas, metode ini tidak secocok metode yang digunakan di Timur untuk komunikasi sastra. Pencetakan blok lebih serasi untuk penulisan Cina karena posisi hurufnya tidak kritis, tetapi keberadaan lebih dari 5.000 huruf dasar membuat teknologi orang peran dasar membuat teknologi cetakan Cina yang dapat berpindah-pindah menjadi tidak efisien dan secara ekonomi tidak praktis, dalam istilah keuntungan untuk penerbit buku Cina Kuno. Hal ini berbeda dengan abjad bahasa Latin, kebutuhan akan penjajaran barisan yang tepat dan sebuah karakter yang sederhana menempatkan cetakan yang dapat dipindah-pindahkan sebagai kemajuan luar biasa untuk masyarakat Barat.
Penggunaan mesin cetak merupakan sebuah kunci perbedaan teknologi yang memberikan penemu Eropa keuntungan atas rekanan mereka yang berasal dari Cina, yaitu mesin cetak yang berbasis sekrup yang digunakan dalam produksi anggur dan minyak zaitun. Hal ini merupakan kecanggihan mesin kira-kira di tahun 1000, alat yang digunakan untuk mengaplikasikan tekanan di atas bidang yang datar merupakan alat yang biasa digunakan di Eropa.
KAIN KAIN_KU
IKAT SUMBA
Kain ikat dari sumba terkenal dengan keunikan warnanya dan juga teknik pengolahan yang cukup kompleks. Untuk membuat satu lembar kain hingga jadi, tidak bisa dikerjakan dalam 1-2 hari, tapi bisa mencapai 3-6 bulan bahkan 1 tahun tergantung dari warna, besar kain dan bahkan kualitas kain yang akan dibuat.
Pewarnaan dari kain ini pun menggunakan bahan-bahan alami. Untuk mendapatkan satu warna yang cocok, prosesnya harus dilakukan berulang-ulang. Kain diikat dan kemudian dicelupkan ke warna yang berasal dari akar-akaran dan tumbuh-tumbuhan. Ini dilakukan berulang-ulang hingga warna yang diinginkan telah didapat.
Setelah itu barulah dilakukan proses tenun. Untuk menenun, pengrajin menggunakan ATBM (Alat tenun bukan mesin).
Dengan proses pembuatan yang lama dan keindahannya yang alamilah, harga dari kain ikat sumba ini cenderung tinggi. Salah satu warisan kebudayaan Indonesia yang tak ternilai harganya.
tanpa menurun kan derajat kain ikat sumba itu sendiri,beberapa karya yang aku buat dalam bentuk lembaran kain satin silk.di tampilkan kembali dengan proses digital print.motif motif_nya yang didesain ulang membutuhkan penafsiran yang dalam agar makna dari kain kain kuno tersebut tetap bisa terlihat dengan tampilan yang lebih kini.
Ikat sumba Brown on Silk
DIGITAL PRINT
large : 250cm/110cm
price: Rp.1.250.000,-
Satu lagi koleksi yang cantik dan sangat etnik yang inspirasinya diambil dari Sumba Timur, Indonesia.
Motif dalam kain satin silk ini dinamakan Kaliuda, yang tipikalnya adalah dibuat dalam model strip hitam kecoklatan dan orange.
Kaliuda orangeDIGITAL PRINTLarge: 250cm/110cmPrice: Rp.1.250.000Sehelai kain adalah sesuatu yang mempunyai ekspresi pada setiap helai_nya yang dapat di rasakan melaui texture ,warna ataupun motifnya.bagai sebuah karya seni,sehelai kain pun banyak mempunyai makna dan arti.
misalnya kain tradisional indonesia yang sangat beragam,tersebar di pelosok tanah air yang jumlah nya mencapai ratusan bahkan ribuan jenis dengan keunikan nya yang berbeda beda.
Ini menjadikan ku sebuah harapan besar untuk menciptakan sehelai kain yang mempunyai nilai histori tetapi dengan teknik pengerjaan modern.
Semakin sulitnya mendapatkan kain kain etnik yang mempunyai nilai seni tinggi dikarnakan prosesnya yg memerlukan waktu yang sangat lama,akhirnya terpikir bahwa untuk melestarikan_nya ada satu cara yang menurutku kita bisa melakukanya dengan cara lain yaitu 'creative Fabric'
Creative Fabric adalah sebuah terobosan baru utuk menciptakan sehelai kain yang biasanya bisa dihasilkan dengan banyak cara salah satunya adalah digital printing.
Digital printing pada permukaan tekstil adalah sebuah konsep yang relatif baru untuk memasuki industri percetakan. Dengan munculnya teknologi digital, termasuk print digital pada permukaan tekstil telah menjadi cara populer untuk menghemat waktu dan biaya dalam industri percetakan.
Dengan berkarya mencitakan motif motif baru yang ter_inspirasi dari motif etnik tanah air aku berharap karya karya yang nanti nya di hasilkan bisa menambah aspirasi lebih besar lagi bagi pelestarian kain kain tradioanal indonesia.
Animal print on silk is CAVALLI!!!!
Tau kah?CAVALLI on silk
Satin silk 100%Large 250cm/110cmDigital printRp.1.500.000,-
Classic art, printed on all-silk chiffon, by Dolce & Gabbana.
Colorful mix of fabrics in a Missoni summer dress for 2011.